Selasa, 05 Mei 2009

mesin uji tarik


kerja peraktek decky

welding pipe API 5L Grade B 8" SCH 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan dan kemajuan teknologi dewasa ini telah membawa proses penyambungan dengan teknologi las menjadi salah satu proses penyambungan pada batang-batang konstruksi bangunan,pipa baja dan konstruksi mesin. Luasnya penggunaan teknologi las ini disebabkan konstruksi bangunan dan mesin yang digunakan dengan mempergunakan teknik penyambungan ini lebih ringan dan proses pembuatannya lebih sederhana.

Salah satu parameter yang menjadi indikator berhasil atau tidak suatu proses pengelasan adalah kekuatan dari sambungan las. Untuk itu sambungan las harus diuji dan diperiksa kekuatannya terlebih dahulu sehingga sambungan las tersebut dapat digunakan secara aman. Tujuan dari pengujian dan pemeriksaan sambungan las adalah untuk menjamin mutu dan kepercayaan terhadap konstruksi las. Karena itu pemeriksaan harus dilakukan secara terus menerus mulai dari tahap perencanaan sampai tahap pemakaian.

PT. VEDHAMA INTERNASIONAL, salah satu konsultan yang menangani masalah pengelasan pelat bekerjasama dengan Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) dalam rangka sertifikasi suatu simulasi sambungan las pada Pelat yang akan digunakan di lapangan. Tujuan sertifikasi ini adalah suatu kekuatan hukum yang menjamin mutu dan keamanan bagi pengguna hasil pengelasan ketika diterapkan di lapangan.

1.2 Identifikasi Masalah

Dalam suatu proses produksi, pengujian suatu produk wajib dilakukan. Untuk melakukan pengujian suatu produk perlu diperhatikan standar pengujian, dimana standar pengujian tersebut telah ditetapkan oleh asosiasi dibidangnya. Standar yang digunakan sebagai acuan pengujian pada umumnya adalah berdasarkan permintaan industri yang memerlukannya.

Dalam hal ini dapat dikataan bahwa suatu produk telah memenuhi syarat sesuai dengan standar atau tidak jika pada produk tersebut telah dilakukan pengujian, diantaranya dilakukan pengujian mekanik yaitu uji Tarik (Tension Test),uji Lengkung (Bend Test), dimana dari pengujian tersebut dapat diperoleh berupa data-data hasil pengujian, lebih lanjut data-data hasil pengujian tersebut akan ditinjau dan disesuaikan dengan standar pengujian yang telah ditetapkan, sehingga keberadaan produk sesuai dengan standar atau tidaknya dapat diketahui. Pengujian dan peninjauan dari data-data suatu produk yang disesuaikan dengan standar yang telah ditetapkan, umumnya dilakukan di instansi atau perusahaan yang menangani masalah tersebut.

Sambungan las pada pelat sangat peka terhadap retak atau patah akibat beban yang dikenakan padanya serta tegangan yang sangat besar pada sambungan lasan tersebut, oleh sebab itu perlu dilakukan pengujian akan kekuatan sambungan lasan. ASME adalah standar internasional yang telah melakukan penelitian dan merekomendasikan prosedur pengujian serta kriteria pengujian yang tepat untuk menjamin keamanan suatu sambungan las. Pada kesempatan ini akan dianalisa apakah pelat hasil lasan tersebut layak atau tidak untuk digunakan menurut standar ASME SECT IX.

1.3 Tujuan Kerja Praktek

Dengan adanya kerja praktek ini dimaksudkan untuk memperoleh beberapa manfaat serta tujuan – tujuan. Secara umum kerja praktek ini memiliki tujuan – tujuan tertentu, yaitu :

1. Diharapkan mahasiswa dapat memperoleh wawasan terhadap perkembangan teknologi dalam bidang pengelasan beserta cara pengujiannya.

2. Agar dapat dijadikan bekal bagi mahasiswa itu sendiri saat terjun dalam masyarakat atau dunia kerja.

3. Diharapkan mahasiswa mampu menerapkan ilmu yang didapat di bangku perkuliahan ke dalam dunia kerja.

4. Mempersiapkan sumber daya manusia yang profesional, handal dan siap pakai.

Selain tujuan-tujuan tersebut di atas, ada pula tujuan secara khusus yaitu untuk mengetahui serta mengklarifikasi apakah sifat mekanik dari sambungan las tersebut memenuhi syarat atau tidak menurut standar yang digunakan.

1.4 Batasan Masalah

Permasalahan dalam proses pengujian lasan ini adalah untuk mengetahui kekuatan hasil pengelasan yang dilakukan terhadap beban tarik dan beban lengkung yang diberikan kepadanya. Diharapkan hasil dari pengelasan tersebut memenuhi standar yang telah ditentukan, dalam hal ini mengacu pada standar ASME SECT IX.

Mengingat banyaknya proses pengujian yang dilakukan di Laboratorium Mekanik Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) Bandung, maka penulis menganalisa Pipa las material API 5L GRADE B Ø 8” SCH 40 berdasarkan standar ASME SECT IX. Masalah yang dibahas dalam laporan kerja praktek ini meliputi :

· Pengujian tarik dan pengujian lengkung sambungan Pipa las material API 5L GRADE B Ø 8” SCH 40 dengan mengacu pada standar ASME SECT IX.

· Penentuan besarnya gaya tarik yang diberikan terhadap sambungan las pada batang uji sampai sambungan las pada batang uji itu putus, serta analisis tempat putusnya batang uji pada pengujian tarik.

· Analisis cacat (retak) yang terjadi pada sambungan las setelah diuji.

1.5 Metodologi

Metoda pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Metoda Observasi Lapangan (Deskriptif)

Penulis mangamati proses pengujian yang dilakukan dari awal sampai akhir

  1. Metoda Wawancara

Penulis melakukan tanya jawab dengan operator yang menangani langsung proses pengujian serta karyawan yang terkait.

  1. Metoda Studi Literatur

Penulis mencari referensi atau karya tulis yang berkaitan dengan proses pengujian yang dilakukan.

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk mengetahui garis besar dari laporan kerja praktek ini, penulis akan menjelaskan sistematika penulisannya. Laporan ini terdiri dari beberapa bab pembahasan, yaitu :

BAB I Pendahuluan

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan kerja praktek, batasan masalah, metoda pengumpulan data dan sistematika penulisan.

BAB II Landasan Teori

Bab ini berisi tentang teori dasar dari metalurgi las, standar pengujian yang digunakan, pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan yaitu uji tarik dan uji lengkung

BAB III Data Pengamatan dan Data Hasil Pengujian.

Dalam bab ini dijelaskan specimen awal sebelum peross permesinan, alat-alat pembutan specimen, alat –alat yang digunakan dalam pengujian, bentuk batang uji yang disesuaikan dengan standar ASME SECT IX,lama waktu pengujian, Serta berisi hasil data yang diperoleh langsung di lapangan.

BAB IV Prosedur Pengujian Dan Pengolahan Data

Bab ini berisi tentang alat –alat yang digunakan dalam pengujian, bentuk batang uji yang disesuaikan dengan standar ASME SECT IX, langkah – langkah pengujian dan pelaksanaan pengujian yang dilakukan di Laboratorium Mekanik B4T. dan pengolahan dari data yang di peroleh selama proses pengujian,yang kemudian data tersebut dianalisis sehingga diperoleh tingkat kelayakan suatu bahan untuk dipakai.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari data hasil pengujian yang dilakukan diLaboratorium Mekanik Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T).Dan saran-saran setelah melakukan kerja praktek di Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T).

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Pengelasan

Pengelasan (Welding) adalah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam tambahan dan menghasilkan sambungan yang kontinyu.Dari definisi tersebut terdapat 4 kata kunci untuk menjelaskan definisi pengelasan yaitu mencairkan sebagian logam,logam pengisi,tekanan dan sambungan kontinyu.Dari definisi di atas proses pengelasan dapat di buat skemanya sebagai berikut :

Gambar 2.1 skema definisi Proses pengelasan

Pengelasan merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari proses manufaktur. Proses manufaktur lainnya yang telah di kenal antara lain Proses-proses pengecoran (metalcasting), pembentukan (metalforming),pemesinan (machining), dan metalurgi serbuk (powder metalurgy).Produk dengan bentuk-bentuk yang rumit dan berukuran besar dapat di buat dengan teknik pengecoran.Produk-produk seperti pipa, pelat dan lembaran, baja-baja konstruksi di buat dengan proses pembentukan. Produk-produk dengan dimensi yang ketat dan teliti dapat di buat dengan pemesinan. Bagaimana dengan proses pengelasan? Proses pengelasan yang pada prinsip nya adalah menyambungkan dua atau lebih komponen lebih tepat di tujuan nya untuk merakit (assembly) beberapa komponen menjadi suatu bentuk mesin. Komponen yang di rakit mungkin saja berasal dari produk hasil pengecoran, pembentukan atau pemesinan baik dari logam yang sama atau pun yang berbeda-beda.

Proses penyambungan lain yang telah di kenal lama selain proses pengelasan adalah penyambuangan dengan cara BRAZING dan SOLDERING. Perbedaannya dengan proses pengelasan adalah pada brazing dan soldering tidak sampai mencairkan logam induk hanya logam pengisi saja.Sedangkan perbedaan antara brazing dan soldering terletak pada titik cair logam pengisi nya.Titik cair logam pengisi proses brazing berkisar 450 oC – 900 oC sedangkan untuk soldering titik cair logam pengisi nya kurang dari 450 oC.

2.1.1 Siklus Termal Daerah las

Siklus termal las adalah proses pemanasan dan pendinginan di daerah lasan. Dalam gambar 2.2 dapat dilihat siklus termal dari beberapa tempat pada HAZ dengan kondisi pengelasan tetap. Sedangkan gambar 2.3 menunjukkan siklus termal di sekitar lasan dengan kondisi pengelasan yang berbeda.

Lamanya pendinginan dalam suatu daerah temperatur tertentu dari suatu siklus termal las sangat mempengaruhi kualitas sambungan. Karena itu banyak sekali usaha-usaha pendekatan untuk menentukan lamanya waktu pendinginan tersebut.

Struktur mikro dan sifat mekanik dari HAZ sebagian besar tergantung pada lamanya pendinginan dari temperatur 800 oC – 500 oC sedangkan retak dingin, dimana hidrogen memegang peranan penting. Terjadinya retak dingin sangat tergantung oleh lamanya pendinginan dari temperatur 800 oC – 300 oC atau 100 oC

Gambar 2.2 Siklus Termal Las Pada Beberapa Jarak dari Batas Las

(20 mm; 170A; 28 V; 15 cm/menit)

Gambar 2.3 Siklus Termal dalam Las Busur Tangan

Pada proses pengelasan terjadi perlakuan panas, maka akibat perlakuan panas kemungkinan akan terjadi perubahan sifat metalurgi pada logam induknya disekitar daerah pengelasan tersebut. Daerah pengelasan terdiri dari 3 bagian yaitu logam lasan, daerah pengaruh panas (Heat Affected Zone/HAZ) dan logam induk yang tak terpengaruhi.

Logam las adalah bagian dari logam yang pada waktu pengelasan mencair dan kemudian membeku. Daerah pengaruh panas atau daerah HAZ adalah logam dasar yang bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan mengalami siklus termal pemanasan dan pendinginan cepat.

Logam induk tak terpengaruhi adalah bagian logam dasar dimana panas dan suhu pengelasan tidak menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan struktur dan sifat. Disamping ketiga pembagian utama tersebut masih terdapat daerah khusus yang membagi logam las dan daerah terpengaruh panas yang disebut Batas Las.

Selain perubahan sifat metalurgi pada logam induknya disekitar daerah pengelasan, tegangan sisa juga akan timbul karena pengaruh dari penjepitan, karena adanya urutan proses pengerasan. Tetapi tegangan sisa biasanya tidak terlalu besar pengaruhnya, dalam beberapa hal suatu perlakuan panas yang ringan pada suatu pengelasan dapat memperkecil tegangan tersebut. Bila bagian-bagian yang akan di las tebal maka perlu diberikan pemanasan awal sebelum proses pengelasan.

Gambar 2.4 Terminologi hasil lasan

2.1.2 Klasifikasi cara-cara pengelasan

Secara konvesional cara-cara pengklasifikasian pada saat ini dapat dibagi kedalam dua golongan, yaitu klasifikasi berdasarkan cara kerja dan klasifikasi berdasarkan energi yang digunakan.

Klasifikasi pertama terbagi dalam kelompok las cair, las tekan, las patri dan lain-lainnya. Sedangkan klasifikasi yang kedua membedakan adanya kelompok-kelompok seperti las listrik, las kimia dan las mekanik.

Bila diadakan klasifikasi secara terperinci lagi, maka kedua klasifikasi tersebut diatas akan berbaur dan akan terbentuk kelompok- kelompok yang banyak sekali. Penjabaran secara terperinci dapat lihat pada gambar berikut.

Gambar 2.5 Klasifikasi proses pengelasan


2.1.3 Klasifikasi berdasarkan cara kerja

Klasifikasi berdasarkan cara kerja sering digunakan. Berdasarkan klasifikasi ini pengelasan dapat dibagi dalam tiga kelas utama, yaitu :

1. Pengelasan cair adalah pengelasan dimana sambungan dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau sambungan api gas yang terbakar.

2. Pengelasan tekan adalah cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan dan kemudian ditekan hingga menjadi satu.

3. Pematrian adalah cara pengelasan dimana sambungan diikat dan disatukan dengan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair rendah, dalam hal ini logam induk tidak ikut mencair.

2.1.4 Sambungan Las

Sambungan las dasar dalam konstruksi baja dibagi menjadi:

1. Sambungan las dasar

2. Sambungan tumpul

3. Sambungan bentuk T dan bentuk silang

4. Sambungan sudut

5. Sambungan tumpang

6. Sambungan sisi

7. Sambungan dengan plat penguat

Sambungan dasar diatas dikembangkan lagi menjadi sambungan silang dan sambungan dengan penguat sisi. Jenis-jenis sambungan dasar ini diperlihatkan pada gambar dibawah ini :

Sambungan T Silang Sudut

Sambungan dengan Penguat Sambungaan Sisi Sambungan Tumpang

Gambar 2.6 Jenis – jenis sambungan las

2.2 Metalurgi Las

Pengelasan adalah proses penyambungan dua bagian logam atau lebih dengan menggunakan energi panas. Karena proses ini maka logam di sekitar lasan mengalami siklus termal cepat yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan metalurgi yang rumit, deformasi dengan tegangan-tegangan termal. Hal-hal ini sangat erat hubungannya dengan ketangguhan, cacat las, retak, dan lain sebagainya yang pada umumnya mempunyai pengaruh yang sangat fatal terhadap keamanan dari suatu konstruksi las.

2.2.1 Siklus Termal Daerah Lasan

Daerah lasan terdiri dari tiga bagian, yaitu logam lasan, daerah pengaruh panas atau HAZ (Heat Effected Zone) dan logam induk yang tidak dipengaruhi. Logam las adalah bagian dari logam yang pada waktu pengelasan mencair dan kemudian membeku. Daerah pengaruh panas atau HAZ adalah logam dasar yang bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan mengalami siklus termal pemanasan dan pendinginan yang cepat. Logam induk yang tidak terpengaruhi adalah bagian logam dasar dimana panas dan suhu pengelasan tidak menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan struktur dan sifat. Di samping ketiga pembagian utama tersebut masih terdapat daerah khusus yang membagi logam las dan daerah terpengaruh panas yang disebut batas las.

2.2.2 Pembekuan dan Struktur Logam Las

Dalam pengelaasan cair bermacam-macam cacat terbentuk dalam logam las, misalnya pemisahan atau segregrasi, lubang halus, dan retak. Besar dan jenis cacat yang terjadi tergantung dari kecepatan pembekuan.

Semua kejadian selama proses pendinginan dalam pengelasan hampir sama dengan pendinginan dalam pengecoran. Perbedaannya adalah :

1. Kecepatan pendinginan dalam las lebih tinggi

2. Sumber panas dalam las bergerak terus

3. Dalam proses pengelasan, pencairan dan pembekuan terjadi secara terus menerus.

4. Pembekuan logam las mulai dari dinding logam induk yang dapat diasumsikan sama dengan dinding cetakan pada pengecoran, hanya saja dalam pengelasan logam las harus dijadikan satu dengan logam induk, sedangkan dalam pengecoran yang terjadi justru sebaliknya.

Dalam gambar 2.7 ditunjukkan secara skematik proses pertumbuhan dari kristal-kristal logam las yang berbentuk pilar. Titik A pada gambar tersebut adalah titik mula dari struktur pilar yang selalu terletak dalam logam induk. Titik ini tumbuh menjadi garis lebur dengan arah yang sama dengan gerakan sumber panas. Pada garis lebur sebagian dari logam dasar turut mencair dan pada proses pembekuan logam las tumbuh pada butir-butir logam induk dengan sumber kristal yang sama.

Gambar 2.7 Arah Pembekuan dari Logam Las

2.2.3 Reaksi Metalurgi yang Terjadi dalam Proses Pembekuan

1. Pemisahan

Di dalam logam las terdapat tiga jenis pemisahan, yaitu pemisahan makro, pemisahan mikro dan pemisahan gelombang.

· Pemisahan Makro adalah perubahan komponen perlahan-lahan yang terjadi mulai dari sekitar garis lebur menuju garis sumbu las.

· Pemisahan Mikro adalah perubahan komponen yang terjadi dalam satu pilar.

· Pemisahan Gelombang adalah perubahan komponen karena pembekuan yang terputus yang terjadi pada proses terbentuknya gelombang manik las.

2. Lubang-lubang halus

Lubang-lubang halus terjadi karena adanya gas yang tidak terlarut dalam logam padat. Lubang-lubang halus dalam logam las.lubang-lubang tersebut disebabkan karena tiga macam cara pembentukan gas sebagai berikut :

· Pelepasan gas karena perbedaan batas kelarutan antara logam cair dan logam padat pada suhu pembekuan.

· Terbentuknya gas karena adanya reaksi kimia dalam logam las

· Penyusupan gas ke dalam atmosfir busur.

Gambar 2.8 Lubang Halus yang Terjadi pada Las Sudut

3. Proses Deoksidasi

Sebenarnya hanya sejumlah kecil oksigen yang larut dalam baja, tepi karena tekanan dari kebanyakan oksida yang rendah, maka pada umumnya akan terbentuk oksida-oksida yang stabil. Karena pengukuran yang tepat untuk mengetahui jumlah oksigen yang larut dalam baja sangat sukar, maka untuk melepaskan oksigen dari larutan biasanya dilakukan usaha-usaha untuk menghilangkan oksida. Proses untuk menghilangkan oksida disebut proses deoksidasi.


2.3 Kekuatan sambungan las

2.3.1 Kekuatan Statik

Sifat tarikan yang dimaksud disini adalah sifat sifat yang berhubungan dengan pengujian tarik. Dalam sambungan las sifat tarik sangat dipengaruhi oleh sifat logam dari logam induk, sifat daerah HAZ, sifat logan las dan sifat dinamik dari sambungan, berhubugan erat dengan geometri dan retribusi tegangan dalam sambungan.

Dua batang uji tarik dalam sambungan las ditunjukkan dalam gambar 2.9, yang satu dengan arah tarikan melintang garis las dan yang lain dengan arah tarikan sejajar garis las. Dalam pengujian batang uji tersebut dibebani dengan kenaikan beban sedikit demi sedikit sampai batang uji patah. Kemudian sifat-sifat tarikannya dapat dihitung dengan persamaan 2.1 dan 2.2 dibawah:

Tegangan :

(2.1)

Dimana :

F = Beban (kg)

A0 = Luas mula dari penampang batang uji.

Regang :

(2.2)

Dimana :

L = Panjang mula dari batang uji

L0 = Panjang batang uji yang dibebani

Hubungan antara tegangan dan regangan untuk batang uji bulat dapat dilihat dalam gambar 2.9 didalam gambar, titik P menunjukan batas dimana hukum hook masih berlaku dan disebut batas proporsional dan titik E menunjukan batas dimana bila beban diturunkan ke nol lagi tidak terjadi perpanjangan tetap P batang uji disebut batas elastis. Titik E sukar ditentukan dengan tetap karena itu biasanya ditentukan batas elastik dengan perpanjangan tetap besar sebesar 0,005% sampai 0,01%. Titik S1 disebut titik luluh atas dan titik S2 disebut titik luluh bawah. Pada beberapa logam batas luluh ini tidak kelihatan dalam diagram tegangan regangan dan dalam hal ini tegangan luluhnya ditentukan sebagai tegangan dengan regangan sebesar 0.2% seperti ditentukan dalam gambar 2.10. tegangan yang tertinggi adalah kekuatan tarik dari logam (σ1) dan tegangan yang terjadi pada waktu patah disebut tegangan patah (σ2).

Gambar 2.9 Kurva Tegangan-Regangan

Gambar 2.10 Batas elastik dan tegangan luluh 0,2 %

Keuletan logam ditentukan sebagai tertinggi dalam logam yang dapat dihitung dengan persamaan 2.3 dengan L = Lf .

Reduksi penampang :

(2.3)

Dimana :

A0 = Luas penampang mula

Af = Luas penampang akhir

· Kekuatan logam las

Dalam konstruksi las selalu digunakan logam las yang mempunyai kekuatan dan keuletan yang lebih baik atau minimal sama dengan logam induk. Tetapi karena proses pengelasan kekuatan dan keuletan logam dapat berubah dalam hal logam las sifat ini dipengaruhi oleh keadaan, cara dan prosedur pengelasan. Selain itu juga dipengaruhi oleh posisi pengambilan batang uji.

2.3.2. Tegangan Izin dan Faktor Keamanan

Tegangan izin dalam las adalah tegangan tertinggi yang diizinkan dalam suatu konstruksi las dengan tidak membahayakan yang didasarkan atas sifat mekanik dari logam induk dan logam las, jenis dari beban serta jenis sambungan. Selain itu besarnya tegangan izin juga dipengaruhi oleh tingkat kepentingan dan kegunaan dari kontruksi dan biasanya ditentukan antara 0,8x – 1,0x kekuatan tarik logam induk. Dalam perencanaan besarnya tegangan yang terjadi harus lebih rendah dari tegangan izin.

Faktor keamanan dalam perencanaan konstruksi las didefenisikan sebagai perbandingan antara tegangan yang direncanakan terhadap besarnya batas luluh atau terhadap kekuatan patah. Dalam pengelasan faktor keamanan perlu diambil karena adanya hal-hal yang kurang pasti dan adanya ketidaktetapan dalam mutu las.

2.3.3 Efisiensi Sambungan las

Efisiensi sambungan las didefenisikan sebagai faktor penurunan terhadap tegangan izin dari logam inti besarnya efisiensi sambungan las ditentukan berdasarkan bahan las, cara pengelasan, cara pemeriksaan, dan keadaan tempat penggunaan sambungan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan efisiensi sambungan adalah :

· Bahan Las

· Cara pengelasan : Las busur tangan, las busur terendam, dan lain sebagainya.

· Tempat pengelasan : di pabrik atau di lapangan dan posisi pengelasan datar, atas kepala dan sebagainya.

· Perlakuan panas : Pembebasan tegangan sisa, pemanasan awal, dan lain lain.

· Penyelesaian (Finishing)

· Persiapan permukaan

· Jenis pemeriksaan

· Jenis dari sambungan : Las Sudut dengan penguat dan lain-lain.

· Jenis beban : statis, dinamis, dan beban impak.

· Keadaan penggunaan : Temperatur, tekanan, dan lain sebagainya.

2.3.4 Persiapan Sebelum Pengujian dan Pemeriksaan

Agar pemeriksaan dan pengujian dapat berhasil dengan baik, perlu adanya persiapan dan pengaturan sebelumnya. Beberapa dari persiapan dan pengaturan yang dimaksud diterangkan di bawah ini :

1. Kepastian standar yang digunakan

Di dalam pengujian dan pemeriksaan terdapat bermacam-macam standar dengan spesifikasi yang berbeda-beda. Berhubungan dalam hal ini maka sebelum pengujian dan pemeriksaan dilakukan harus ditentukan terlebih dahulu standar apa yang digunakan termasuk tahun penerbitannya. Bila di dalam standar ada hal-hal yang kurang pasti, maka hal ini harus ditentukan terlebih dahulu.

2. Kepastian tentang jadwal dan lingkungan pemeriksaan

Semua pelaksanaan pegelasan dengan sendirinya telah dijadwalkan agar dapat menepati waktu penyelesaian. Sehubungan dengan ini yang penting adalah penjadwalan secara pasti dari pemeriksaan agar tidak menghambat seluruh pekerjaan. Dalam hal ini harus juga diperhitungkan kemungkinan adanya pekerjaan yang tidak memenuhi syarat yang akan memerlukan waktu tambahan untuk perbaikannya. Lingkungan pemeriksaan juga harus dipastikan terlebih dahulu, karena ini dapat mengganggu pelaksanaan pemeriksaan. Dalam hal ini yang penting adalah mengusahakan agar pemeriksa dapat melakukan tugasnya dengan baik dan aman.

3. Pemilihan pemeriksa dan alat yang digunakan

Pemeriksaan sangat tergantung pada pemeriksa dan alat yang digunakan. Karena itu pemilihannya harus didasarkan pada spesifikasi standar yang ada.

4. Persiapan pemeriksaan konstruksi las dan hasil las

Sebelum melakukan pemeriksaan konstruksi las, harus ditentukan dahulu cara-cara pengujian yang akan digunakan dengan memperhatikan perencanaan dan penggunaan konstruksi. Dalam hal ini perbaikan konstruksi perlu dipelajari lagi. Hasil-hasil pemeriksaan sebelumnya, baik tentang jenis cacat maupun letak cacat di dalam konstruksi. Sedangkan untuk pemeriksaan hasil lasan, permukaan lasan harus dipersiapkan sesuai dengan persyaratan yang diperlukan untuk pemeriksaan yang bersangkutan.

5. Hal-hal yang perlu dilakukan

Hal-hal yang perlu dilakukan sebelum pemeriksaan adalah pembicaraan yang mendalam antara pembeli dan pembuat berhubungan dengan konstruksi dan penggunaannya. Bila dalam pelaksanaan pemeriksaan ada hal-hal yang belum atau kurang jelas, maka hal tersebut dipastikan terlebih dahulu sebelum pemeriksaan dilanjutkan.

2.4.1. Penentuan Lokasi Spesimen

Pada berbagai ukuran pelat, penentuan pengambilan lokasi spesimen akan berbeda-beda sesuai dengan pelat yang diuji. Untuk pengujian pada sambungan las pelat, material uji (spesimen) harus dipotong dari sambungannya. Lokasi pemotongan lihat gambar:

Gambar 2.11 Lokasi Pengambilan Spesimen Uji

2.5. Pengujian Dalam Pemeriksaan Material

Beberapa pengujian yang harus dilakukan dalam pemeriksaan material dan sambungan las adalah seperti uji tarik dan uji lengkung.

2.5.1 Uji tarik

Tujuan uji tarik adalah untuk mengetahui sifat-sifat mekanis dari suatu bahan, baik logam atau non logam, terutama kemampuan bahan tersebut terhadap suatu tegangan tarik, baik dalam arah melintang maupun pada arah memanjang, dimana tegangan tarik tersebut diperoleh atau ditentukan oleh batas mulur, kekuatan tarik, regangan dan konstraksi pada kondisi temperatur ruang.

· Batas mulur adalah batas aman untuk pemakaian material (masih dalam keadaan statis)

· Kekuatan tarik adalah kemampuan maksimum dari suatu material bila ibebani dengan beban tertentu.

· Konstraksi adalah sifat jenuh material setelah diberi beban dalam waktu tertentu.


Gambar 2.12 skematis uji tarik

Bagian Prismatis Batang Uji

Ø Bagian prismatis batang uji adalah bagian tengah-tengah batang uji dengan luas penampang yang sama.

Ø Panjang paralel adalah panjang bagian prismatis.

Ø Panjang ukur mula adalah panjang tertentu untuk menentukan regang pada bagian prismatis dari batang uji sebelum diuji.

Ø Panjang ukur akhir adalah panjang ukur mula ditambah perpanjangan akhir dari batang uji setelah diuji.

Ø Luas penampang mula adalah luas penampang terkecil pada daerah panjang ukur sebelum diuji.

Ø Luas penampang akhir adalah luas penampang pada tempat putus dibagian panjang ukur setelah diuji.

Regang dan Susut Penampang

Ø Regang putus (regang) adalah perpanjangan dari panjang ukur semula setelah batang uji putus, dinyatakan dalam prosen (%) terhadap panjang ukur semula.

Ø Kontraksi (susut penampang) adalah selisih luas penampang semula dan luas penampang semula dan luas penampang bidang patahan setelah putus, dinyataka dalam prosen (%) terhadap luas penampang semula.

Beban dan Tegangan

Ø Beban maksimum adalah beban terbesar yang terjadi pada waktu percobaan.

Ø Kuat tarik adalah tegangan yang didapat dari beban maksimum dibagi luas penampang semula.

Ø Batas ulur adalah tegangan yang didapat dari beban pada waktu terjadi deformasi plastis, yang pada seketika tidak menunjukkan kenaikan, bahkan sering menurun, dibagi luas penampang semula dari batang uji.

Ø Batas ulur teratas adalah tegangan yang didapat dari beban pada puncak pertama pada waktu terjadi deformasi plastis luas penampang semula dari batang uji.

Ø Batas ulur terbawah adalah tegangan yang didapat dari beban terendah pada waktu terjadi deformasi plastis dibagi luas penampang semula dari batang uji.

Ø Batas regang 0,2 adalah tegangan yang didapat dari beban pada waktu terjadi deformasi plastis yang tidak menunjukkan penurunan beban pada perpanjangan plastis 0,2 % dari panjang ukur semula dari batang uji.

Ø Modulus elastisitas adalah nilai yang didapat dari tegangan elaastis dibagi regang elastis pada tegangan elastis yang bersangkutan.

Batang Uji Silinder

Batang uji pelat

d

r

Le

Lt

Lo

m

m

a

r

Le

Lt

Lo

m

m


Gambar 2.13 Benda Uji Tarik

Keterangan :

Ø d= diameter batang uji bulat

Ø a= tebal batang uji segi empat

Ø b= lebar batang uji segi empat

Ø Lo= panjang ukur semula

Ø Le = Lo + 2m = panjang bagian prismatis

Ø Lt= panjang seluruh batang uji

Ø r= radius pembulatan pada peralihan antara bagian prismatis

Mesin uji tarik yang sering digunakan adalah sebagai berikut :

1. Mesin uji tarik kapasitas 5 ton

2. Mesin uji tarik kapasitas 20 ton

3. Mesin uji tarik kapasitas 50 ton

4. Mesin uji tarik kapasitas 100 ton

Pada mesin uji tarik terdapat perangkat penjepit yang berbeda-beda penggunannya, maka perangkat penjepit tersebut dibagi menjadi beberapa bentuk, antara lain :

1. Penjepit batang uji berbentuk penampang pipih.

Penjepit ini digunakan untuk batang uji penampang bunder dengan diameter kecil seperti kawat.


Gambar 2.14 Penjepit Berbentuk Penampang Pipih

2. Penjepit batang uji berbentuk penampang bunder

Penjepit ini digunakan untuk batang uji penampang bunder dengan diameter besar seperti pipa.


Gambar 2.15 Penjepit Batang Uji Berbentuk Penampang Bunder


3. Penjepit batang uji berkepala

Gambar 2.16 Penjepit Batang Uji Berkepala

1,2 % C

0,1 % C

0,7%C

0,55%C

0,23%C

0,11%C

Uji tarik dilakukan pada mesin uji tarik yang dapat menarik batang uji dengan kecepatan yang dapat diatur sampai bidang uji putus. Pada waktu pengujian dilakukan, perpanjangan dapat diukur dengan alat extensiometer sedangkan beban tarik dapat dibaca pada jarum penunjuk beban atau dapat diukur pada diagram tarik. Diagram tarik ini akan menunjukkan sifat-sifat mekanik bahan logam yang bersangkutan, gambar 2.17 :

P

D l

Gambar 2.17 Diagram Tarik Baja Karbon

Keterangan : P = Beban

D l = Perpanjangan

Disini bisa dilihat bahwa makin tinggi kandungan karbon, maka makin tinggi pula beban tariknya, tetapi perpanjangannya makin berkurang. Diagaram tersebut adalah diagram baja karbon yang tidak mengalami perlakuan panas, jika mengalami perlakuan panas akan memperlihatkan suatu bentuk yang sesuai dengan sifat-sifat kekuatan dan kekenyalan yang diakibatkan oleh perlakuan panas tersebut, gambar 2.18 :

Kuat

Tegar

Text Box: Beban Lemah

Kaku Lemas Rapuh Kenyal

Lunak

Gambar 2.18 Kurva Perpanjangan vs Beban

Perbandingan bentuk diagram tarik dari alumunium, tembaga, baja karbon rendah, dualuminium, baja karbon medium dan besi tuang, gambar 2.19 :

Besi Tuang

Baja Karbon Medium

Duraluminium

Baja Karbon Rendah

Tembaga

Aluminium

60

Text Box: Kuat Tarik, Kgf/mm250

40

30

20

10

0 10 20 30 40 50 60 Regang (%)

Gambar 2.19 Kurva vs Kuat Tarik

Sifat-sifat bahan logam ini, selain dilihat dari diagram tarik, juga dapat dilihat dari bentuk bidang patahan dari batang uji tarik setelah dilakukan uji tarik sampai putus.

Bentuk bidang patahan ada 3 (tiga) yaitu :

1. Bentuk patahan Cup dan Cone

Untuk bahan logam yang mempunyai sifat kenyal, biasanya bagian yang putus mengalami deformasi yang besar dan permukaan bidang patah berwarna suram dan seperti berserat-serat, gambar 2.20 (A).

2. Bentuk patah rapuh

Untuk bahan logam yang mempunyai sifat rapuh, biasanya pada bagian yang putus sedikit mengalami deformasi, malahan kadang-kadang tidak ada deformasi dan permukaan bidang patah berwarna mengkilat dan berbutir-butir halus atau kasar, gambar 2.20 (B).

3. Bentuk patah Partial Cup dan Cone

Untuk bahan logam yang mempunyai sifat tidak begitu kenyal dan juga tidak begitu rapuh, biasanya bagian yang putus mengalami deformasi kecil dan permukaan bidang patah berwarna suram, kadang-kadang berbentuk bintang, gambar 2.20 ( C ).

( A )


( B )


( C )

Gambar 2.20 Bentuk Patahan

2.5.1.1 Spesimen Uji Tarik ( Tensile Strength test )

Spesimen uji tarik (lihat gambar 2.21) harus memiliki panjang 9 inch (± 230 mm) dan lebar 1 inch (± 25 mm). Spesimen ini dapat dipotong dengan menggunakan mesin perkakas atau las, dan tidak diperlukan persiapan lain kecuali sisi dari spesimen tidak rata atau tidak sejajar. Apabila diperlukan, dapat dilakukan proses permesinan pada spesimen sehingga sisinya menjadi rata dan sejajar.

Gbr 2.21 Spesimen Uji Tarik

2.5.2 Uji Lengkung / Bengkok

Tujuan dari uji lengkung adalah untuk mengetahui sifat kekenyalan suatu bahan logam atau lasan terhadap lengkungan atau temperatur ruang. Prinsip kerja dari uji lengkkung adalah batang uji ditumpu pada dua rol penumpu dengan jarak tertentu, kemudian dilengkungkan pada bagian tengahnya dengan menggunakan duri pelengkung sampai mencatat sudut lengkung tertentu.

Jarak lengkung untuk bahan logam dasar (base metal) biasanya diameter duri pelengkung ditambah tiga kali tebal batang uji. Besarnya diameter duri pelengkung maupun sudut lengkung tergantung dari bahan logam dasar, kecuali untuk las menggunakan standar yang ada.


Gambar 2.22 Jig Untuk Uji Lengkung

Gambar 2.23 Skematis Uji Lengkung

Keterangan : L = jarak lengkung (L = D + 3 a)

D = diameter duri pelengkung

a = tebal batang uji

a = sudut lengkung

Uji lengkung dibagi menjadi dua bagian yaitu :

1. Free bend test (uji lengkung bebas)

Uji lengkung dimana kedua rol penumpu dapat berputar dan pengujian yang dilakukan berdasarkan dari kekuatan tarik bahan.

2. Guide bend test (uji lengkung terarah)

Pengujian yang dilakukan berdasarkan dari standar yang ada, misalkan untuk pengujian pipa minyak menggunakan standar ASME (American Society of Mechanical Engineers).

Hasil pengujian ini akan bisa diterima apabila tidak ada retak atau cacat yang tidak melebihi 1/8 inch (±3,17 mm) atau satu setengah kali dari tebal nominal dinding benda uji. Selama pengujian terjadi retak yang dimulai dari radius luar pada pinggiran benda kerja dan tidak boleh melebihi ¼ inchi (±6,35 mm) diukur dari segala arah.

2.5.2.1 Spesimen Uji Lengkung ( Bend Test )

1. Root dan Face Bend Test

Spesimen pada root dan face bend test (lihat gambar 2.24) harus memiliki panjang ± 9 inch (± 230 mm) dan lebar ± 1 inch (± 25 mm), dan panjang dari ujung ke ujung harus disilinderkan. Spesimen tersebut dapat dipotong dengan menggunakan mesin perkakas atau dengan las.

Gbr 2.24 Spesimen Root dan Face Bend Test

2. Side Bend Test

Spesimen pengujian side bend (lihat gambar 2.25) harus memiliki panjang ± 9 inch (± 230 mm) dan lebar ± ½ inch (± 13 mm) dan ujung ke ujung harus disilinderkan . Spesimen ini dapat dipotong menggunakan mesin perkakas atau las, sehingga memiliki lebar ¾ inch (± 19 mm) kemudian dipotong hingga miliki lebar ½ inch (± 13 mm). Sisinya harus mulus dan sejajar.

Gbr 2.25 Spesimen Side Bend Test

BAB III

DATA PENGAMATAN DAN DATA HASIL PENGUJIAN

3.1 Spesimen uji PIPE API 5L GLADE B Ø 8” SCH 40

Gambar 3.1 spesimen Pipe API 5L Glade B Ø 8” sch 40 sebelum mengalami proses permesinan

3.2 Alat – alat yang digunakan untuk pembuatan spesimen uji

- Gergaji mesin

Gambar 3.2 gergaji mesin

- Mesin Sekrap

Gambar 3.3 mesin sekrap

- Gerinda tangan

Gambar 3.4 Mesin Gerinda tangan

- Mistar Baja dan Jangka sorong

Gambar 3.5 Mistar Baja dan Mistar Sorong

- Ragum

- Amplas

3.3 Spesimen setelah proses permesinan

Gambar 3.6 Spesimen Uji Tarik dan Spesimen Uji Lengkung

3.4 Posisi Pengambilan dan Jumlah Batang Uji

Dari standar ASME dapat diketahui jumlah batang uji tiap pengujian yang dilakukan untuk Lebar 19,6 mm, tebal 10.5 mm adalah sebagai berikut :

- Uji tarik : 2 batang uji

- Uji lengkung (Side Bend) : 4 batang uji

3.5 Operator yang melakukan pengujian

- Untuk uji tarik 3 orang

- Untik uji lengkung 2 orang

3.6 Waktu yang dibutuhkan dalam pengujian

- Untuk pengujian tarik dari pemasangan spesimen pada V block sampai spesimen putus membutuhkan wakt u 114 detik atau 2 menit kurang.

- Untuk pengujian lengkung dari pemasangan spesimen pada Penumpu lengkung terarah sampai sepesimen dilepas membutuhkan waktu 80 detik.

3.7 Alat – alat Pengujian

3.7.1 Alat-alat Pengujian Tarik

Pada pengujian tarik ini digunakan beberapa alat yang berbeda-beda sesuai dengan fungsinya, yaitu :

1. Mesin Uji Tarik

· Spesifikasi mesin uji yang digunakan pada pengujian ini adalah :

Nama : Universal Testing Machine

Merek : ALFRED J. AMSLER / SWISS

Tipe : Hidrolic No.Seri : 2464

Kapasitas : 200 KN

Gambar 3.7 Mesin Uji Tarik

Uji tarik dilakukan pada mesin uji tarik yang dapat menarik batang uji dengan kecepatan yang dapat diatur sampai batang uji putus. Pada saat pengujian dilakukan, perpanjangan dapat diukur dengan alat ukur Extensiometer, sedangkan beban tarik dapat dibaca pada jarum penunjuk beban atau dapat diukur pada diagram tarik. Diagram tarik ini akan menunjukkan sifat-sifat mekanikal bahan logam yang bersangkutan. Mesin ini berfungsi untuk melakukan pengujian tarik pada material yang akan diuji.

2. Jangka Sorong

Jangka sorong berfungsi untuk mengukur material, baik sebelum maupun sesudah pengujian dan juga untuk mengukur cacat yang terjadi pada material setelah diuji.

3. V Block

V Block adalah komponen dari mesin uji tarik yang berfungsi untuk menjepit benda uji agar tidak lepas saat diuji.

4. Kertas Grafik

Kertas ini berfungsi untuk membuat kurva tegangan - regangan oleh mesin uji tarik agar dapat membantu operator dalam mencari hasil dari proses pengujian material tersebut.

3.7.1.1 spesimen hasil uji tarik :

Gambar 3.8 spesimen yang telah di uji Tarik

3.7.1.2 Data Hasil Pengujian

Selama pengujian yang dilakukan di perusahaan, didapatkan data – data pengujian tarik dan pengujian lengkung yaitu sebagai berikut :

a. Data Hasil Pengujian Tarik

Dalam proses pengujian tarik yang dilakukan, spesimen yang dipakai atau batang uji yang digunakan adalah Pipa las material API 5L GRADE B Ø 8” SCH 40 sesuai dengan standar ASME dengan menggunakan mesin uji tarik Controls 200 KN dan suhu ruang 26 oC, didapatlah data sebagai berikut :

DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

BALAI BESAR BAHAN DAN BARANG TEKNIK

Jl. Sangkuriang No.14 Bandung 40135 Jawa Barat – Indonesia

Telp. (022) 2504068, 2510682, 2504828, 2507626, Fax. (022) 2502027

e-mail : b4t@bdg.centrin.net.id

LEMBAR KERJA UJI TARIK

Work Sheet Tension Test

Laporan No. : 7 – 01 – 08 - 1688 Mesin Uji : Amslers 20 T

Report No. Testing Machine Max Capacity

Laju pergerakan grip :1.3 – 2.5 mm/menit

Cross Head Separation rate

Komoditi : Pipa las material API 5L GRADE B Suhu : 26 oC (suhu ruang)

Commodity ø 8” sch 40 Temperature

Dibuat untuk : PT.VADHAMA INTERNASIONAL Standar Uji : ASME SECT IX

Executed for Test Standard

Diterima tanggal : Maret 06. 2009 Kriteria Keberterimaan : ASME SECT IX

Received date Acceptance criteria

Diuji tanggal : Maret 06. 2009 Halaman :

Tested on Sheet no.

Tanda Contoh

Sample Identification

WPS no.002 – WPS – ASME – VI - 2009

Batang No.

Specimen No

T1

T2

Æmm/Lebar x Tebal, mm

Æmm/Width x Thickness,mm

19.6 x 10.5

19.5 x 10.5

Luas penampang, mm2

Area Section,mm

205.80

204.75

Panjang Ukur, mm

Gage Length,mm

Beban Ulur, Kgf

Yield Load,Kgf

Kuat Ulur, Kgf/mm2 (Mpa)

Tensile Strength,kgf/mm2

Beban Maksimum, ,Kgf (KN)

Maximum Load,kgf

11700

11600

Kuat Tarik, Kgf/mm2 (Mpa)

Tensile Strength,kgf/ mm2 (Mpa)

56,8 (558)

56,6 (556)

Panjang setelah patah, mm

Length after fracture,mm

Regang dalam......mm,%

Elongation...........mm,%

Garis tengah setelah patah, mm

Diameter after fracture,mm

Luas setelah patah, mm2

Area after fracture, mm2

Kontraksi, %

Reduction of area,%

Hal Ikhwal

particularities

Base Metal

Base Metal

Disaksikan Oleh :

Witnessed by :

Kepala Lab. Logam :

Metal Lab Leader :

Teknisi :

Technicion :

Penyelia :

Supervisor :

3.7.2 Alat-alat Pengujian Lengkung

Alat-alat yang digunakan pada pengujian lengkung atau ini adalah sebagai berikut :

1. Mesin uji lengkung atau bengkok

· Spesifikasi mesin uji yang digunakan pada pengujian ini adalah :

Nama : Universal Testing Machine

Merek : Torse, Tokyo testing Machine , Mtg Co Ltd, Japan

Tipe : RAT-20 pendulum hidrolik vertikal

Beban Maks : 100 Ton

Gambar 3.9 Mesin Uji Lengkung Kapasitas 100 Ton

2. Jangka sorong

Alat ini berfungsi untuk mengukur material atau spesimen,baik sebelum pengujian maupun setelah pengujian.Dan juga digunakan untuk mengukur cacat yang terjadi pada material tersebut setelah diuji.

3. Penumpu lengkung terarah

Alat ini berfungsi sebagai penyearah dari material yang akan dilengkungkan. Besar kecilnya ukuran penumpu lengkung disini digunakan sesuai dengan ukuran material yang akan dilengkungkan atau diuji.

3.7.2.1 specimen hasil uji lengkung :

Gambar 3.10 Spesimen hasil uji lengkung

3.7.2.2.Data Hasil Pengujian

Selama pengujian yang dilakukan di perusahaan, didapatkan data – data pengujian lengkung yaitu sebagai berikut :

a. Data Hasil Pengujian Lengkung (Bending)

Dari proses pengujian lengkung ini dengan menggunakan material atau batang uji adalah Pipa las material API 5L GRADE B Ø 8” SCH 40 sesuai dengan standar ASME SECT IX dengan menggunakan mesin uji lengkung Tokyo Testing Machine 100 ton dan pada suhu ruang 26oC, maka didapat data sebagai berikut :


DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

BALAI BESAR BAHAN DAN BARANG TEKNIK

Jl. Sangkuriang No.14 Bandung 40135 Jawa Barat – Indonesia

Telp. (022) 2504068, 2510682, 2504828, 2507626, Fax. (022) 2502027

e-mail : b4t@bdg.centrin.net.id

LEMBAR KERJA UJI LENGKUNG

Work Sheet for Bend Test

Laporan No. : 7 – 01 –08-1688 Mesin Uji : Tokyo Testing

Report No. Testing Machine Machine kapasitas

100 ton / hidrolik

Komoditi : Pipa las material API 5L GRADE B Suhu : 26 oC (suhu ruang)

Commodity ø 8” sch 40 Temperature

Dibuat untuk : PT.VADHAMA INTERNASIONAL Standar Uji : ASME SECT IX

Executed for Test Standard

Diterima tanggal : Maret 06. 2009

Received date

Diuji tanggal : Maret 06. 2009

Tested on

Contoh No.

Sample No.

WPS NO 002 - WPS – ASME – VI - 2009

Batang No.

Specimen No

SB 1

SB 2

SB 3

SB 4

mm/lebar x tebal, mm

mm/width x thickness, mm

19.5 x 10.5

Diameter duri lengkung

Pin diameter of bending

1 ½”

Sudut lengkung

Bend angle

Guided Bend Test JIG ASME IX

Hasil Uji

Test Result

No Discontinue

No Discontinue

No Discontinue

No Discontinue

Disaksikan Oleh :

Witnessed by :

Kepala Lab. Logam :

Metal Lab Leader :

Teknisi :

Technicion :

Penyelia :

Supervisor :

BAB IV

PROSEDUR PENGUJIAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Prosedur Pengujian

Pengujian yang dilakukan adalah pengujian sambungan las pada pelat konstruksi. Bahan yang digunakan adalah pelat dengan tebal 10,5 mm lebar 19,6 mm, dan standar yang digunakan ASME (American Society of Mechanical Engineers). Spesimen Pipa las material API 5L GRADE B Ø 8” SCH 40 mempunyai kekuatan tarik minimum sebesar 558 Mpa. Standar yang digunakan pada pengujian ini adalah standar ASME SECT IX yang digunakan khusus untuk Konstruksi.

4.2 Diagram Alir Proses Pengujian

4.3 Pembicaraan Antara Pemohon dan Penguji

Adapun yang dibicarakan antara pemohon dan penguji meliputi :

· Tempat, tanggal dan waktu pengujian

· Aplikasi sambungan las di lapangan

· WPS (Welding Prosedure Spesification)

· Admistrasi (cost)

4.4 Pemeriksaan Spesimen

Pada saat penerimaan spesimen perlu dilakukan pemeriksaan dan pengukuran dimensi spesimen yang berupa pelat sebelum dilakukan proses pemotongan untuk membuat batang uji. Adapun yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan spesimen adalah sebagai berikut :

· Apakah pada Spesimen tersebut terdapat cacat yang berarti atau tidak

· Apakah dimensi spesimen (pelat) cukup untuk dibuat menjadi batang uji

· Menentukan top dari lasan, yang dimaksud top dari lasan adalah lokasi dimana welder atau juru las mulai mengelas atau akhir dimana juru las berhenti mengelas.

4.5 Menentukan Standar Pengujiaan

Sebagai referensi yang digunakan untuk menentukan standar yang akan digunakan adalah sebagai berikut :

· Aplikasi di Lapangan

Merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan yang berhubungan dengan sambungan pelat hasil lasan seperti : iklim lingkungan, beban atau gaya yang akan diterima sambungan, faktor konstruksi, dan sebagainya

· WPS (Welding Spesification Prosedure)

Adalah suatu list yang memuat informasi tentang prosedur pengelasan yang dilakukan dan proses pengujian yang direkomendasikan sebagai indikator berhasil atau tidaknya suatu proses pengelasan.

4.6 Pembuatan Batang Uji

4.6.1 Posisi Pengambilan dan Jumlah Batang Uji

Dari standar ASME dapat diketahui jumlah batang uji tiap pengujian yang dilakukan untuk Lebar 19,6 mm, tebal 10.5 mm adalah sebagai berikut :

Uji tarik : 2 batang uji

Uji lengkung (Side Bend) : 4 batang uji

4.6.2 Spesimen Uji Tarik

Spesimen uji tarik harus memiliki tebal 10,5 mm. Spesimen ini dapat dipotong dengan menggunakan mesin perkakas atau las, dan tidak diperlukan persiapan lain kecuali sisi dari spesimen tidak rata atau tidak sejajar. Apabila diperlukan, dapat dilakukan proses permesinan pada spesimen sehingga sisinya menjadi rata dan sejajar.

Gambar 4.1 Posisi Pengambilan Spesimen Uji Tarik

4.6.3 Spesimen Uji lengkung

Spesimen pada Side bend test harus memiliki tebal 10,5 mm dan lebar 9,5 mm.Spesimen tersebut dapat dipotong dengan menggunakan mesin perkakas atau dengan las

Gambar 4.2 Posisi Pengambilan Spesimen Uji Lengkung

4.6.4 Menentukan Dimensi Jig Pada Uji Lengkung

Untuk mendapatkan hasil uji lengkung yang akurat, mesin uji yang digunakan harus mempunyai kapasitas beban yang tidak terlalu jauh dibandingkan dengan beban maksimum yang diizinkan dari bahan yang diuji dan dimensi jig yang telah ditentukan oleh standar ASME.

Gambar 4.3 Dimensi Jig.

4.7 Proses Pengujian

4.7.1 Uji Tarik

Tujuan uji tarik adalah untuk mengetahui sifat-sifat mekanis dari suatu bahan, baik logam atau non logam, terutama kemampuan bahan tersebut terhadap suatu tegangan tarik, baik dalam arah melintang maupun pada arah memanjang, dimana tegangan tarik tersebut ditentukan oleh batas mulur, kekuatan tarik, regangan dan konstraksi pada kondisi temperatur ruang.

4.7.1.1 Alat-alat Pengujian Tarik

Pada pengujian tarik ini digunakan beberapa alat yang berbeda-beda sesuai dengan fungsinya, yaitu :

1. Mesin Uji Tarik

· Spesifikasi mesin uji yang digunakan pada pengujian ini adalah :

Nama : Universal Testing Machine

Merek : ALFRED J. AMSLER / SWISS

Tipe : Hidrolic No.Seri : 2464

Kapasitas : 200 KN

Gambar 4.5 Mesin Uji Tarik

Uji tarik dilakukan pada mesin uji tarik yang dapat menarik batang uji dengan kecepatan yang dapat diatur sampai batang uji putus. Pada saat pengujian dilakukan, perpanjangan dapat diukur dengan alat ukur Extensiometer, sedangkan beban tarik dapat dibaca pada jarum penunjuk beban atau dapat diukur pada diagram tarik. Diagram tarik ini akan menunjukkan sifat-sifat mekanikal bahan logam yang bersangkutan. Mesin ini berfungsi untuk melakukan pengujian tarik pada material yang akan diuji.

2. Jangka Sorong

Jangka sorong berfungsi untuk mengukur material, baik sebelum maupun sesudah pengujian dan juga untuk mengukur cacat yang terjadi pada material setelah diuji.

3. V Block

V Block adalah komponen dari mesin uji tarik yang berfungsi untuk menjepit benda uji agar tidak lepas saat diuji.

4. Kertas Grafik

Kertas ini berfungsi untuk membuat kurva tegangan - regangan oleh mesin uji tarik agar dapat membantu operator dalam mencari hasil dari proses pengujian material tersebut.

4.7.1.2 Spesimen Uji Tarik

Pada pengujian tarik ini digunakan material atau spesimen uji berupa Pipa las material API 5L GRADE B Ø 8” SCH 40 dengan menggunakan standar ASME , seperti terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.6 Spesimen Uji Tarik

4.7.1.3 Langkah-langkah Pengujian Tarik

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengujian tarik agar hasilnya sesuai dengan apa yang diharapkan. Beberapa hal tersebut adalah sebagai berikut :

1. Persiapan spesimen uji tarik

Membentuk batang uji sesuai dengan standar yang ditentukan, yaitu ASME SECT IX sehingga merupakan batang uji proporsional.

a. Mengukur kembali batang uji dan mencatat apakah sesuai atau tidak dengan ukuran standar.

b. Membuat tanda pada kedua ujung dengan panjang ukur (Lo) untuk menentukan besarnya regangan tiap penambahan beban.

c. Memperkirakan beban maksimum agar material atau spesimen yang mengalami uji tarik tersebut putus.

2. Menyiapkan mesin uji tarik dan mengecek kelayakan mesin tersebut, dengan tujuan mendapatkan kesempurnaan dalam melakukan proses pengujian.

3. Pasang klem pada mesin uji sesuai dengan tebal atau diameter benda uji yang akan diuji.

4. Pasang beban uji pada mesin uji sesuai dengan perkiraan kekuatan benda uji.

5. Menjepit kedua ujung material yang akan diuji pada pencekam mesin uji tarik.

6. Hidupkan mesin uji dengan posisi katup dibuka dan katup buang ditutup hingga mencapai kedudukan “ Lift Ram “ pada posisi 2 mm diatas garis nol, kemudian katup masuk ditutup.

7. Pasang kertas grafik pada mesin uji, setelah kertas tersebut diberi garis nol sejajar sumbu horizontal.

8. Pasang dan kencangkan benda uji pada klem mesin uji.

9. Buka katup masuk dan pilih kecepatan mesin yang sesuai, sehingga mesin uji melakukan gerak tarik yang dikehendaki.

10. Catat beban ulur sesuai dengan yang ditunjukkan oleh alat penunjuk beban.

11. Catat beban maksimum yang sesuai dengan yang ditunjukkan oleh alat penunjuk beban setelah batang uji putus.

12. Buka katup buang dan katup masuk sehingga mesin uji kembali pada keadaan semula.

13. Matikan mesin uji dan ambil batang uji yang telah putus, kemudian lepaskan beban uji.

14. Ukur panjang, lebar, dan tebal benda uji setelah putus.

Selain hal-hal di atas, kita juga memperhatikan hal-hal yang tidak kalah pentingnya dalam pelaksanaan proses pengujian tarik ini, yaitu :

a. Suhu Uji Tarik

Uji tarik dilakukan pada suhu ruang antara 26 oC, jika diisyaratkan lain misalnya untuk tujuan khusus seperti penelitian.

b. Kecepatan Uji Tarik

Sebelum mencapai tegangan ulur, kecepatan uji diatur tidak melebihi 1 Kgf/mm2 per detik atau 9.8 N/mm2 per detik.

c. Alat Jepit Batang Uji Tarik

Alat jepit batang uji harus sedemikian rupa sehingga pada waktu pengujian, beban tarik harus segaris lurus dengan sumbu batang uji yang dijepit.

4.7.2 Uji Lengkung

Tujuan dari uji lengkung adalah untuk mengetahui sifat kekenyalan suatu bahan logam atau lasan terhadap lengkungan atau temperatur ruang.

Prinsip kerja dari uji lengkung adalah batang uji ditumpu pada dua rol penumpu dengan jarak tertentu, kemudian dilengkungkan pada bagian tengahnya dengan menggunakan duri pelengkung sampai sudut lengkung tertentu.

4.7.2.1 Alat-alat Pengujian Lengkung

Alat-alat yang digunakan pada pengujian lengkung atau ini adalah sebagai berikut :

1. Mesin uji lengkung atau bengkok

· Spesifikasi mesin uji yang digunakan pada pengujian ini adalah :

Nama : Universal Testing Machine

Merek : Torse, Tokyo testing Machine , Mtg Co Ltd, Japan

Tipe : RAT-20 pendulum hidrolik vertikal

Beban Maks : 100 Ton

Gambar 4.7 Mesin Uji Lengkung Kapasitas 100 Ton

2. Jangka sorong

Alat ini berfungsi untuk mengukur material atau spesimen,baik sebelum pengujian maupun setelah pengujian.Dan juga digunakan untuk mengukur cacat yang terjadi pada material tersebut setelah diuji.

3. Penumpu lengkung terarah

Alat ini berfungsi sebagai penyearah dari material yang akan dilengkungkan. Besar kecilnya ukuran penumpu lengkung disini digunakan sesuai dengan ukuran material yang akan dilengkungkan atau diuji.

4.7.2.2 Spesimen Uji Lengkung

Bahan yang digunakan pada uji lengkung ini adalah sama dengan bahan yang digunakan pada uji tarik yaitu Pipa las material API 5L GRADE B Ø 8” SCH 40 dengan menggunakan standar ASME SECT IX, akan tetapi bentuk dari batang ujinya berbeda dengan bentuk batang uji tarik. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar di bawah ini :

· Dimensi batang uji lengkung sisi las sesuai dengan standar ASME SECT IX.

Gambar 4.8 Spesimen Uji Lengkung

4.7.2.3 Langkah-langkah Pengujian Lengkung

Dalam pengujian lengkung ini agar hasilnya sesuai dengan yang diharapkan dan berjalan dengan lancar, maka harus diperhatikan langkah-langkah di bawah ini:

1. Catat temperatur ruangan.

2. Catat tanggal kalibrasi dan tanggal berakhirnya kalibrasi mesin uji lengkung tersebut.

3. Catat nama dari mesin uji tersebut, kapasitas dan standar yang digunakan dalam pengujian.

4. Ukur dimensi batang uji lengkung dengan menggunakan jangka sorong.

5. Tentukan diameter mandrel dan tipe penumpu batang uji sesuai dengan spesifikasi bahan logam dasar maupun lasan.

6. Pasang duri pelengkung pada mesin uji sesuai dengan perkiraan kekuatan benda ini.

7. Pasang beban uji pada mesin uji sesuai dengan perkiraan kekuatan benda kerja.

8. Hidupkan mesin uji dengan posisi katup masuk dibuka dan katup keluar ditutup sampai mencapai kedudukan “ Lift Ram “ pada posisi 20 mm, kemudian katup masuk ditutup.

9. Letakkan batang uji pada kedua rol penumpu.

10. Letakkan duri pelengkung di atas batang uji dengan posisi di tengah-tengah antara dua rol penumpu.

11. Buka katup masuk dan pilih kecepatan mesin yang sesuai sehingga pelengkung melakukan gerakan menekan pada batang uji sampai membentuk sudut lengkung 1800.

12. Buka katup buang dan katup masuk sehingga mesin uji kembali pada keadaan semula.

13. Matikan mesin uji dan ambillah batang uji untuk diperiksa bagian permukaan luar yang mengalami lengkung.

14. Lepaskan beban uji.

4.7.2.4 Pelaksanaan Uji Lengkung

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan uji lengkung, yaitu :

1. Suhu uji lengkung

Pengujian lengkung ini dilaksanakan pada suhu ruang antara 26 oC.

2. Duri pelengkung dan sudut lengkung

Diameter duri pelengkung dan sudut lengkung biasanya ditentukan berdasarkan grade atau kelas bahan yang diuji. Diameter duri pelengkung dan sudut lengkung antara 90o s.d 180o, sedangkan pelengkung di atas rol penumpu hanya mencapai 170o, maka pelengkungan harus dilanjutkan dengan menekan sisi luar batang uji lengkung diantara pelat penekan dan bagian dalamnya diisi dengan pelat setebal duri pelengkungnya dan lebar duri pelengkung minimum sama dengan lebar batang uji lengkung.

Bahan logam yang mempunyai sifat kekenyalan terhadap bengkokan yang baik bila permukaan bengkokan dari batang uji yang mengalami tegangan tarik tidak terjadi retakan atau patah.

5.1 Pengolahan Data

Dari data yang diperoleh selama pengujian selanjutnya data tersebut diuraikan dan diolah sehingga menghasilkan data – data sebagai berikut :

5.1.1 Pengujian Tarik

Perhitungan Kekuatan Tarik (σ)

A. Untuk Sampel

1. Spesimen uji T1 - 1

· Diketahui :

A1 - 1 = 205,80 mm2

F1maks = 11700 kgf

· Kekuatan tarik untuk spesimen uji T1 - 1 adalah :

2. Spesimen uji T2 - 1

· Diketahui :

A1 - 2 = 204,75 mm2

F1maks = 11600 kgf

· Kekuatan tarik untuk spesimen uji T1 - 2 adalah :

5.1.2 Analisis Pengujian Tarik

Dari data yang diperoleh di atas menghasilkan lasan yang cukup baik, hal ini terbukti setelah dilakukan pengujian tarik, kedua spesimen/batang uji tersebut mengalami patah atau putusnya pada tempat yang sama, yaitu terjadi di luar lasan (dalam hal ini batang uji) dan bila dilihat dari kuat tarik material tersebut nilainya di atas standar yang diijinkan.

Bila dari hasil uji tarik mengalami patahan di weld metal (logam lasan), maka kekuatan tariknya minimal harus sama dengan kekuatan tarik bahan dari standarnya atau acuan pengujiannya. Seperti halnya di atas (hasil pengujian), patah atau putusnya material tersebut yaitu pada bagian base metal, dan jika dilihat maka kekuatan tariknya di atas nilai kekuatan tarik dari standar acuan pengujian yang digunakan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Pengelasan yang cermat dan teliti.

2. Pemilihan elektroda yang tepat, disesuaikan dengan bahan material yang akan diuji.

3. Pembuatan spesimen atau batang uji yang ukurannya presisi atau tepat dari standar yang dipakai.

Dengan demikian pada akhirnya akan dihasilkan hasil pengujian yang sesuai dengan yang diharapkan. Karena hasil dari uji las dengan cara diuji tarik tadi setelah dibandingkan dengan tabel standar yang digunakan ternyata aman dan layak digunakan oleh perusahaan - perusahaan yang akan menggunakan material tadi.

Dari hasil pengujian di atas, bidang patahan atau bidang putusnya dari batang uji itu berbentuk patahan kenyal cembung dan cekung, ini menerangkan bahwa material dari batang uji tadi mempunyai sifat kenyal, biasanya bagian yang putusnya mengalami deformasi yang besar dan permukaan bidang yang patah akan berwarna suram dan seperti berserat – serat.

5.1.3 Analisis Pengujian Lengkung

Dari empat spesimen atau batang uji yang telah diuji lengkung dan masing – masing mempunyai jenis ukuran dan pengelasan yang sama, ternyata hasil ujinya adalah no discontinue dan tidak terjadi retak pada spesimen uji. hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Pengelasan yang cermat dan teliti.

2. Pemilihan jenis elektroda yang sesuai dengan material yang dilas.

3. Pengujian yang dilakukan benar.

Hal hal di atas menerangkan bahwa Pipa las material API 5L GRADE B Ø 8” SCH 40 tersebut mempunyai sifat kekenyalan terhadap lengkungan yang baik, karena tidak terjadi retakan atau patah pada material tersebut setelah diuji lengkung.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil pengujian Pipa las material API 5L GRADE B Ø 8” SCH 40 diperoleh beberapa kesimpulan yang dapat diambil penulis, antara lain :

I. Hasil Pengujian Tarik

Hasil pengujian tarik yang telah dilakukan dinyatakan dapat diterima atau lulus, karena telah memenuhi Acceptance criteria yang di standarkan oleh standar ASME SECT IX , dimana kekuatan tarik sambungan las dari semua spesimen uji lebih besar dari kekuatan tarik logam induknya (σulasan > σulogam induk ).

(σu = 558 Mpa > σUi = 414 Mpa ).

II. Hasil Pengujian Lengkung

Hasil pengujian lengkung yang telah dilakukan dinyatakan dapat diterima atau lulus, karena telah memenuhi Acceptance criteria yang di standarkan oleh standar ASME SECT IX , dimana pada daerah sambungan las dan heat-affected zone yang dibengkokkan tidak terdapat cacat atau retak.

6.2 Saran

Saran yang dapat penulis berikan dalam melakukan suatu percobaan dan untuk pengembangan lebih lanjut perlu diperhatikan beberapa hal berikut :

  1. Pada saat pembuatan spesimen uji harus memperhatikan bentuk dan dimensi dari spesimen uji yang telah ditetapkan oleh standar yang akan digunakan agar mendapatkan hasil pengujian yang optimal.
  2. Sebelum melakukan pengujian lakukan pemeriksaan pada spesimen uji, apakah spesimen uji tersebut sudah sesuai dengan bentuk dan dimensi yang telah ditetapkan oleh standar yang akan digunakan .
  3. Lakukan pemeriksaan pada peralatan dan mesin yang akan digunakan sebelum pengujian dilaksanakan agar mendapatkan hasil pengujian yang optimal.
  4. Pada saat melakukan pengujian tarik dan pengujian lengkung harus diperhatikan prosedur – prosedur pengujian yang ada agar mendapatkan hasil yang optimal.