INDUSTRY SAFETY HEALTH AND ENVIRONMENT
Proyek pembangunan gedung Pacific Place di kawasan Sudirman Center Business District (SCBD) menelan korban. Seorang pengendara motor bernama Suharno, 42, tewas seketika setelah tertimpa crane (alat katrol barang)kemarin (24/5) sekitar pukul 14.00. Empat lainnya, termasuk satu warga Jepang, dilarikan ke RS Medistra dan RS Jakarta.
Dugaan sementara, tiang setinggi 30 meter itu ambruk karena kawat baja penopangnya (sling) putus lantaran tidak kuat menahan beban. Kontraktor proyek PT Ascet Indonusa dan subkontraktor PT Cahaya Indotama Engineering langsung diperiksa di Polda Metro Jaya. Keduanya menyatakan siap bertanggung jawab atas peristiwa tersebut.
Suharno adalah petugas Security Grup Artha (SGA). Saat kejadian, warga Jalan Tegal Parang RT 05/03, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, itu hendak pulang setelah tugas malam. Di saat senggangnya, dia biasa mengojek di kawasan bisnis terpadu itu.
Sial nasib Suharno. Ketika melintas di belakang gedung Bursa Efek Jakarta (BEJ) itu, tiba-tiba "brukkkk…", sebuah tiang crane jatuh dari ketinggian sekitar 30 meter. Alat angkut yang beratnya sekitar satu ton dan terbuat dari rangkaian baja itu menghantam tubuhnya.
Kepala Suharno remuk. Begitu pula tangannya. Paha kanan patah. Sempat menjadi tontonan warga, jenazah lantas dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Bukan itu saja, motor jenis bebek Honda Astrea D 3161 LO yang ditumpanginya juga rusak parah.
Peristiwa itu juga mengakibatkan lima warga lain yang berada dalam dua mobil berbeda juga menjadi korban. Sedan mewah Mercedes Benz B 2180 EN yang di dalamnya terdapat empat penumpang dilaporkan rusak. Empat penumpang yang mengalami luka-luka ringan itu adalah Indra (sopir), pemilik mobil Edwin Hutabarat, 38; kakak Edwin yang bernama Nuryani, 42; dan neneknya yang bernama Maryani Yahya, 84. Keempatnya saat ini dirawat di RS Medistra.
Korban lainnya adalah seorang warga negara Jepang bernama Mayumi Sunoda. Dia langsung dibawa ke RS Jakarta. Dilaporkan, Sunoda hanya mengalami luka-luka ringan.
Peristiwa robohnya tower crane memacetkan arus lalu lintas di kawasan tersebut. Selama tiga jam, hingga pukul 17.00, arus macet total. Apalagi, jatuhnya crane dan evakuasi korban menjadi tontonan warga.
Berdasar informasi yang dihimpun Indo Pos (Grup Jawa Pos), alat angkut baja itu jatuh akibat putusnya sling penopang tower. Kawat baja tersebut diduga tak kuat menahan beban yang dibawanya. Akibat penopangnya putus, rangkaian baja pun patah. Dari ketinggian 30 meter, rangkaian baja tersebut menghunjam jalan raya.
Kaget dengan kejadian itu, operator crane yang identitasnya belum disebutkan berusaha melarikan diri. Sejumlah satpam yang melihat langsung mengamankan pria tersebut. Satpam membawa operator itu ke Polda Metro Jaya.
Supervisor PT Ascet Indonusa selaku kontraktor pembangunan gedung Pacific Place Gatot Siswanto yang dijumpai di sekitar lokasi kejadian membenarkan penyebab jatuhnya crane. "Ya, slingnya putus karena nyangkut di besi-besi, tak kuat menahan beban," kata Gatot kemarin.
Sementara itu, Juru Bicara SGA Upa Labuhari mengatakan, korban tewas akan mendapat santunan dari perusahaan, begitu pula mengenai pergantian motor milik rekannya. "Kami juga mengganti semua ongkos pengobatan untuk para korban luka, termasuk bertanggung jawab memperbaiki kendaraan yang ikut rusak," jelas Upa.
Saat ditanya apakah kontraktor melanggar aturan dengan mengoperasikan crane di jalan umum pada siang, padahal aturannya hanya boleh di atas pukul 22.00, Upa enggan menjawab. Namun, dia mengatakan, kontraktor atau pengembang gedung PT Ascet Indonusa dan subkontraktornya, PT Cahaya Indotama Engineering, akan bertanggung jawab penuh.
K3 dan kontribusi ENGINEER
Pekerjaan konstruksi adalah pekerjaan yang padat akan aktifitas dengan level resiko yang cukup tinggi, misalnya pekerjaan pengangkatan benda-benda berat, bekerja pada ketinggian, serta pekerjaan pada ruang terbatas. Efek dari pekerjaan – pekerjaan tersebut apabila terjadi suatu kecelakaan, antara lain adalah rusaknya peralatan yang digunakan, rusaknya lingkungan sekitar project, serta hilangnya nyawa pekerja dan efek yang terakhir ini disebut dengan fatality. Secara keseluruhan efek-efek tersebut akan mempengaruhi schedule penyelesaian project (proyek delay), serta pembengkakan biaya konstruksi.
Keselamatan kerja dewasa ini mendapatkan perhatian khusus bagi masyarakat industri menyusul banyaknya kecelakaan yang sering terjadi, serta kerugian yang ditimbulkan yang cukup besar baik dari financial sampai hilangnya nyawa manusia.
Keselamatan Kerja Konstruksi Tanggung Jawab Siapa?
Pekerjaan konstruksi adalah pekerjaan yang melibatkan engineering konsultan sebagai perencana (front end of engineering & design serta detil engineering design), kontraktor sebagai pelaksana serta konsultan pengawas, semua elemen tersebut baik perencana, kontraktor maupun pengawas, memiliki kontribusi tersendiri pada keselamatan kerja konstruksi.
Fase Engineering
Riset yang telah dilakukan oleh Behm (2005) menyatakan bahwa seorang engineer atau designer dapat memberikan kontribusi yang significant berkaitan dengan keselamatan kerja konstruksi (K3). Engineer atau designer dalam melakukan perencanaan harus sudah memikirkan tahap pelaksanaan (construction stage) dari apa yang direncanakan, sehingga diharapkan keputusan – keputusan yang di buat dilapangan oleh kontraktor dapat diminimalisasi.
Pada tahun 1985 The international labor office merekomendasikan agar engineer atau designer memberikan guide berkaitan dengan metode keselamatan kerja konstruksi kepada setiap pekerja berupa standard prosedur kerja untuk setiap jenis pekerjaan (working standard procedure).
Di tahun 1991 The European Foundation for the improvement of living and working condition menyimpulkan bahwa sekitar 60% kejadian fatal pada fase konstruksi disebabkan oleh keputusan-keputusan yang dibuat sebelum pekerjaan dimulai dilapangan.
Pada tahun 1994 studi yang dilakukan oleh industri konstruksi di inggris menemukan hubungan antara keputusan design dan keselamatan kerja konstruksi.
Figure 1 Time/Safety Influence Curve (Behm 2005)
The ability to influence safety diminishes as schedule moves toward start-up.
Dari grafik diatas terlihat bahwa keselamatan kerja konstruksi sangat ditentukan pada fase konsep dan detil design, semakin mendekati penyelesaian proyek konstruksi pengaruh yang dapat diberikan semakin kecil.
Fase Konstruksi
Fase konstruksi merupakan fase setelah pekerjaan perencanaan, dimana tanggung jawab terbesar pada fase ini ada pada kontraktor pelaksana. Berhasil tidaknya suatu project diukur dari hasil yang dicapai pada tahap konstruksi, karena fase konstrusi merupakan fase “pembuktian” dari apa yang telah direncanakan berupa gambar kerja lengkap dengan segala perhitungannya.
Banyak keputusan dan perencanaan yang dibuat di lapangan saat fase konstruksi yang menyangkut pencapaian progress pekerjaan serta metode kerja kaitannya dengan keselamatan kerja. Kontraktor dalam melaksanakan pekerjaannya pendapatkan pengawasan konsultan pengawas, sehingga konsultan pengawas ikut terlibat dalam memastikan hasil yang dicapai kontraktor memenuhi persyaratan yang ditentukan, sehingga sedikit banyaknya konsultan pengawas ikut terlibat atas setiap keputusan yang dibuat dilapangan.
Kecelakaan yang terjadi pada satu pekerjaan konstruksi kebanyakan disebabkan oleh tenaga kerja yang tidak berpengalaman terhadap apa yang dia kerjakan, peralatan yang sudah tidak layak untuk dipakai, kondisi lingkungan kerja yang tidak aman, menggunakan peralatan tidak sesuai dengan peruntukannya, perilaku karyawan kurang peduli terhadap safety, serta management perusahaan yang belum peduli sepenuhnya terhadap safety serta metode kerja yang tidak aman.
Pada beberapa perusahaan dimana safety menjadi prioritas utama, memiliki aturan tersendiri dalam melaksanakan suatu project untuk memastikan pelaksanaan aktifitas dengan aman, tidak membahayakan pekerja serta tidak mencemari lingkungan, aturan tersebut
· Melakukan Project Safety, Health & environmental review pada setiap fase / stage dari suatu proyek konstruksi untuk memastikan agar semua keputusan yang dibuat pada fase engineering maupun konstruksi telah memenuhi standard yang telah ditetapkan
· Pada fase konstruksi ada beberapa hal yang dapat diusahakan untuk menghindari atau meminimalisasi resiko kecelakaan pada proyek konstruksi diantaranya :
- Melakukan pengecekan rutin pada setiap equipment yang akan digunakan disesuaikan dengan standard pengecekan yang sudah ada. Contoh pengecekan tower crane, untuk metode serta jarak waktu antara dua pengecekan disesuaikan dengan standard yag berlaku dan diberikan tanda berupa sticker yang menyatakan bahwa tower crane tersebut dapat digunakan.
- Mentraining karyawan berkenaan dengan pekerjaan mereka, sehingga mereka dapat mengidentifikasi kemungkinan resiko bahaya dari pekerjaan tersebut dan mengerti metode kerja yang aman untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan aman.
- management menerapkan system punishment & reward akan prestasi yang berkenaan dengan safety pada setiap karyawan, sehingga culture serta prilaku yang kurang perduli terhadap safety setahap demi setahap dapat dirubah.
(wir’s comments : yang ini saya setuju)
Kesimpulan saya adalah engineer punya kontribusi pada setiap kecelakaan konstruksi dan punya kemampuan untuk mengindari kecelakaan tersebut dengan membuat design yang tepat pada fase perencanaan. Jadi ingat perkataan pak Drajat dalam seminar gempa HAKI, engineer harus punya tanggung jawab moral dari apa yang direncanakannya.
keselamatan kerja konstruksi
insinyur perencana struktur (structural engineer) dan pelaksana (site engineer) umumnya berfokus agar hasil kerjanya yaitu bangunan yang dikerjakannya dapat memenuhi persyaratan teknis yang berlaku, orang menyebutnya kuat (strength) dan kaku (stiff). Dengan demikian pada saat berfungsinya, bangunan tersebut dapat menjamin keselamatan pemakainya.
Sebagian besar, prosentasi pembelajaran di perguruan tinggi adalah untuk itu tadi, menghasilkan bangunan (struktur) yang dapat menjamin keselamatan pemakai dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Jadi sebenarnya yang bertanggung jawab itu siapa sih kalau berkaitan dengan keselamatan kerja di proyek. Engineer-nya, kontraktornya atau owner-nya. Saya kira hal ini masih belum baku, khususnya di Indonesia. Benar tidak ?
Adanya safety belt merupakan tolok ukur bahwa mereka concern terhadap keselamatan, tapi kalau orang bodoh akan berkata “yang pakai itu, penakut !”
Kalau ada kecelakaan, “Wah itu sudah nasibnya. Lagi apes !”. Itu khan yang sering kita dengar berkaitan dengan kejadian tersebut.
Sebenarnya berkaitan dengan ‘kejadian’ tentang kecelakaan kerja, banyak terjadi. Tidak hanya kemarin, saat inipun juga sering terjadi. Kecuali yang besar-besar, maka kalau hanya jatuh korban sedikit, maka dapat dianggap kelalaiannya sendiri, biasanya pihak kontraktor memberi santunan kepada keluarga, lalu diberi embel-embel dengan kata-kata di atas, ya sudah selesai.
Yang bagus juga, bahwa untuk mendapatkan keselamatan kerja di proyek tersebut perlu dibikin sistem dan ada yang bertanggung jawab terhadap sistem tersebut yaitu safety manager. Bahkan bila ada yang tidak mentaati sistem tersebut ada sangsi, yang bertahap tergantung dari tingkat kesalahan yang ditimbulkannya, bahkan kalau perlu PHK. Hebat khan. Proyek yang dimaksud adalah proyek Senayan Tower di Jakarta dengan kontraktor utama, Kajima Indonesia. Berikut kami sampaikan gambaran yang didapat di proyek tersebut berkaitan dengan bagaimana mereka mengusahakan keselamatan kerja bagi pekerja-pekerja di proyeknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar